welcome vigorously

I take some time to think, write and arrange all these with spirit and dedicate to you whose spirit!

You are looking for...

13.2.11

Kita adalah teman


 (;kepada Jelek)


Sebelumnya maaf jika kau ku panggil jelek. Ya. Ku rasa memang peribahasa itu tidak terlalu litotes, kan? Kau memang jelek. Tapi sudahlah. Pada tulisan ini aku tidak ingin berdebat tentang panggilanku untukmu. Kau pasti akan membela diri dengan kalimat defensif andalanmu. Kau selalu bilang kau ganteng! Dan aku juga akan mengelak jika kau panggil ‘ndut.
Aku tidak segendut itu! Kita punya defensif yang berbeda dengan cara yang sama, anggaplah demikian.

Hari itu, Sabtu
Kau menjemputku di tempatku mengajar
Tahukah kau? Aku melihat rona bahagia di wajahmu siang itu. Entah apa. Sebelumnya kita memang baru saja bertengkar. Mungkin rona itu karena kita telah memutuskan untuk berbaikan. Atau mungkin juga kau lega karena aku tidak lagi mengeluh tentang pekerjaanku mengajar ini. Selain wanita yang telah melahirkanku, kau adalah orang kedua yang membesarkan hatiku untuk menjadi seorang guru.

Aku memang punya impian lain. Mengembangkan kemampuanku menjadi jurnalis, bankir atau berkarir di dunia broadcast lebih dalam lagi. Tapi hidup memang sangat adil. Sambil mengajar aku bisa tetap mengasah potensiku yang lain. Aku masih bisa siaran dan menjadi jurnalis. Karena itu aku tidak akan lagi mengeluhkan hal yang sama, jelek.

Kadang aku ingin mendengarmu mengeluh tentang waktuku yang terbatas. Namun kau tidak melakukannya. Kau memang tak sesempurna pangeran berkuda putih di negeri dongeng. Tapi caramu bersamaku memang membuat aku kadang merasa beruntung. Setidaknya aku pernah merasa kau menangkan ketika kita berdiskusi tentang sesuatu hal lalu kemudian kau memilih mengalah. Haha. Hipotesisku tentang sesuatu boleh juga, kan? Walaupun dalam beberapa diskusi kita, kau memang benar. Tapi setidaknya ilmuku bertambah dengan perdebatan itu.

Mungkin kau ingat ketika aku berceloteh panjang saat kita makan iga bakar? Kau diam sementara aku seperti narator yang tak henti berkata. Aku melihat kantuk di matamu. Aku tahu hari itu kau lelah menemaniku, tapi kau bilang bahwa kau sangat suka melihatku berbicara tiada jeda. Gemas katamu. Kau memang teman diskusi sekaligus pendengar yang baik, jelek. Yah, setidaknya walaupun kau tak bisa menjadi lelaki romantis, tapi perlahan kau menulis namamu pada ruang di dalam mataku. Semoga tak kan pernah kau hapus ya, jelek.


Sementara pada waktu yang lain, aku sangat suka melihatmu ketika kau membaca. Makanya aku betah jika kau disampingku dengan perhatian terpusat pada buku. Bacaan kita kadang memang beda kasta. Tapi rekomendasi buku darimu oke juga. Paling tidak untuk seorang yang bukan kutu buku sepertiku. Kau ingin tahu sesuatu? Aku malah ingin jadi kutu loncat. Loncat dan kemudian berhenti di hatimu. (Aku memang seorang penggombal ulung ;P)

Jelek,
Jiwaku pernah begetar setelah ku aminkan dalam hati lafadz Al-Fatihah darimu. Ada damai disana. Kita memutuskan berjamaan berdua pada waktu magrib ketika itu. Kau sedang menemaniku di radio saat adzan datang. Kau imamku dan aku makmummu. Semua terasa begitu indah. Ku harap, ini bukan sesuatu yang berlebihan.

Jelek,
Aku masih ingin mendengarmu membacakan ayat suciNya untukku. Bukan hanya hari itu saja. Aku masih ingin kau menjadi imamku lagi. Mungkin hingga esok, lusa atau sampai kapanpun cerita tentang kita menemui jalannya. Pun juga masih terlalu banyak tema yang akan kita diskusikan pada perdebatan panjang kita, kan? Selain tema tentang cuaca. Kau tahu aku tidak menyukainya.

Jelek,
Kalau bisa kita jangan terlalu sering bertengkar lagi, ya? Aku tak ingin rasamu lenyap dimakan ego kita. Aku ingin kau jatuh cinta padaku setiap hari. Seperti cinta yang pernah kau nyatakan padaku dengan sedikit malu-malu. Dan aku? Aku jatuh cinta padamu lagi saat menulis ini. Awalnya aku ragu akan mempublikasikannya. Tapi toh aku tidak berada pada kebohongan tentang rasaku. Aku terlalu naif jika meragukanmu.

Saat ini kita adalah teman. Teman berbagi hati. Teman diskusi. Teman untuk saling jatuh cinta berkali-kali. Setidaknya kita telah sepakat akan terus berteman jika nanti namamu tak tertulis sebagai jodohku.

Jika suatu hari nanti kenyataan yang kita harapkan manis justru terasa pahit, izinkan aku memenuhi janjiku memasak brownis kukus di hari ulang tahunmu ya. Brownis buatanku paling enak sedunia! Percayalah.

Dan kau juga harus percaya, bahwa aku adalah seorang ranger yang kuat. Kuat dan akan selalu kuat…

3 komentar: