welcome vigorously

I take some time to think, write and arrange all these with spirit and dedicate to you whose spirit!

You are looking for...

18.12.09

BookClub


Negeri 5 Menara

: “dari sudut pandang menara hati Anggi, Ezil dan Nissa”

Hai sahabat DeJe… special for all bookaholic’Jambi, kali ini DeJe hadir lagi dengan bahasan buku. Rubrik khusus dari DeJe buat kamu-kamu para pecinta buku.

Di sini segala jenis buku udah pernah kita bahas. Mulai dari buku motivasi yang berat-berat sampe novel komedi cinta yang easy reading pun pernah jading menu kita.

Nah, minggu ini kita bakal coba ngangkat sebuah negeri (berat gak ya?). But, jangan bayangin negeri ini adalah negeri Eropa nan terkenal dengan fasionistanya. Tapi negeri kali ini diangkat dari imajinasi lima buah menara. Yap! ‘Negeri Lima Menara’ judul novel bahasan kita.

Nah, dalem kesempatan ini, DeJe pengen ngajak kamu-kamu kenalan sama para bookclub kita yang cute-cute ini. Mereka mengaku punya komentar sendiri nih seputar negeri 5 menara. Giman serunya pertemanan mereka? Simak yuk!

Selamat deh buat kamu yang udah punya ni novel sebagai koleksi kalian. But, buat yang masih bingung ‘n gundah mo beli ni buku tapi belom punya gambaran seputar isi buku, nah DeJe coba jawab sekarang! Negeri 5 Menara merupakan novel perdana hasil pemikiran Ahmad Fuadi yang diterbitkan oleh Gramedia pada tahun 2009.

Intinya bercerita tentang kehidupan 6 santri dari 6 daerah yang berbeda menuntut ilmu di Pondok Madani (PM) Ponorogo Jawa Timur yang jauh dari rumah dan berhasil mewujudkan mimpi menggapai jendela dunia. Mereka adalah, Alif Fikri Chaniago dari Maninjau, Raja Lubis dari Medan, Said Jufri dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung, Baso Salahuddin dari Gowa.

Tokoh dalam novel menggunakan tokoh ‘akuan’ yang diperankan oleh si Alif. Ezil, salah satu bookclub kita mengaku memuja Alif dari Padang sebagai tokoh favoritnya “karena dia tuh berhasil menakhlukan cita-cita nya” ujar cewe yang bernama lengkap Ezil Pawesti ini. Beda lagi sama Anggi. Wanita berjilbab ini mengaku mengidolakan Dulmajid yang cerdas dan pantang menyerah, “apalagi ketika dia berhasil memprakarsai peristiwa bersejarah, TV masuk pondok Madani. Lucu!”. Si Nissa gak mau kalah. Cewe Medan satu ini mengidolakan si raja Lubis, “karena kita sama-sama dari Medan… hehe”.

Anyway, Adegan paling menarik diakui Ezil waktu mereka gak sengaja 'reuni' di LONDON 15th kmudian. Dan trnyata udah meraih mimpi2 mereka dahulu. “Haru banget ketika mereka masing-masing menggenggam impian masing-masing dan bertemu lagi di London” ujar Anggi menambahkan.

Nih DeJe kasi sedikit bocoran kisahnya, di first day class-nya, Alif terkesima dengan “mantera” sakti man jadda wajada. Siapa yang bersungguh-sungguh pasti sukses. Sebuah kalimat yang terus memotivasinya untuk dapat sukses dengan bersungguh-sungguh. Pendidikan di PM tidak hanya dilangsungkan di kelas, tapi di semua tempat sepanjang waktu, 24 jam nonstop. Full time learning ini juga didukung oleh para ustad yang menganut paham: ustad ikhlas mengajar dan santri ikhlas diajar.

Dalam masa penyesuaian, dia sempat terheran-heran mendengar komentator sepakbola berbahasa Arab, anak menggigau dalam bahasa Inggris, merinding mendengar ribuan orang melagukan Syair Abu Nawas dan terkesan melihat pondoknya setiap pagi seperti melayang di udara. Situasi yang barupun membuatnya memiliki teman-teman baru yang dipersatukan oleh hukuman jewer berantai, Alif berteman dekat dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan Baso dari Gowa. Sebuah kebiasaan yang kerap mereka lakukan bersama adalah menunggu adzan magrib sambil menatap barisan awan dibawah menara masjid yang tinggi menjulang. Mata mereka yang masih sangat muda menangkap negara dan beragam benua impian dibalik awan-awan yang menjelma. Tapi terkadang mereka bertengkar meributkan bentuk-bentuk awan tersebut.

Di mata belia mereka, awan-awan itu menjadi negara dan benua impian masing-masing. Alif melihat bentuk benua Amerika dalam awan. Sementara Raja bersikukuh bahwa awan yang mereka lihat berbentuk benua Eropa, Atang melihatnya sebagai Afrika. Dua sahabat lain, Said dan Dulmajid melihatnya sebagai peta Indonesia. Sementara sahabatnya yang lain, Baso, melihat Asia di langit sana. Lantas, mereka ‘bermimpi’ untuk sampai ke tempat-tempat itu. Kemana impian jiwa muda ini membawa mereka? Mereka tidak tahu. Yang mereka tahu adalah: Jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apa pun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.

Di kelas enam (kelas tertinggi dalam tempat mereka belajar) mereka sempat mementaskan sebuah drama dengan kisah Ibn Batutah. Mereka semua, tampaknya, adalah jiwa-jiwa kanak yang haus akan pengetahuan dan keinginan untuk melihat negeri lain. Melalui tokoh enam sahabat ini, Penulis seolah mengajak pembacanya untuk menjadi jiwa-jiwa yang membuka diri terhadap ‘yang lain’.

Next story nya sungguh unpredictable loh sahabat DeJe, turut pula diwarnai dengan kisah interaksi chatting via internet antara Alif, tokoh utama novel ini, di Washington D.C dengan temannya yang ber ID “batutah”. Ibn Batutah dikenal sebagai pengelana Muslim terbesar jaman dahulu. Ahmad Fuadi merasa perlu menerangkan mengenai hal ini dalam beberapa paragraf. Ia antara lain menyebut buku Tuhfah Al-Nuzzar fi Ghara’ib Al Amsar wa Ajaib Al-Asfar (Persembahan Seorang Pengamat tentang Kota-Kota Asing dan Perjalanan Yang Mengagumkan) karya Ibn Jauzi yang berkisah tentang perjalanan pengembaraan Ibn Batutah berkeliling dunia selama 30 tahun (hal. 339-340). Ibn Batutah bahkan diyakini berkelana lebih jauh dari pengelana besar Barat Marco Polo. Amazing!

In the end, keenam sahabat ini sampai ke tempat-tempat yang mereka pertengkarkan dan impian semasa mondok. Chatting yang disajikan sebagai intro novel ini seolah jadi semacam simbol pengembaraan intelektual dan spiritual keenam sahabat yang selanjutnya lulus dari pondok tersebut tersebar ke berbagai tempat di penjuru dunia: Alif di Washington D.C dan sahabatnya Atang yang ber-ID ‘batutah’ itu sedang menuntut ilmu di Kairo. Bertahun-tahun mereka berpisah, terhubung kembali melalui internet, dan berjanji untuk bertemu dalam sebuah konferensi yang mereka berdua akan hadiri sebagai pembicara di London. Di London juga mereka bertemu lagi dengan sahabat lain, Raja, yang sedang tinggal sementara di sana.

Ezil menyebutkan bahwa novel ini mengajarkan kita bahwa pepatah arab “'manjadda wa jada' yg artinya siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses,memang benar adanya” ujar cewe penggila warna hijau ini. Nissa pun menambahkan novel ini kaya inspirasi. “karena buku ini berbicara tentang perjalanan hidup, perjuangan serta persahabatan. Suka banget!”(mei)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar