welcome vigorously

I take some time to think, write and arrange all these with spirit and dedicate to you whose spirit!

You are looking for...

8.7.12

Pantun: Representasi Khas Indonesia

Grand Show Star FKIP. Begitulah kira-kira judul acara yang diselenggarakan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi 25-27 Juni 2012. Masih berupa kenyataan jika banyak sekali judul acara di Indonesia terdengar menggunakan bahasa Inggris. Bukan hanya itu saja, nama jalan, pusat perbelanjaan dan identitas suatu ruangan pun berbahasa asing. Tidak ada yang salah dan patut untuk disalahkan. Hanya saja saya ingin sekali mengatakan bahwa bahasa kita juga menuntut untuk digunakan. Bukan berarti bahasa  asing tidak penting. Tentu semuanya mempunyai kapasitas dan kepentingan yang berbeda. Namun pelajaran dari pepatah "Dimano bumi dipijak, di situ langit dijunjung" sangatlah tepat. Prinsip keseimbangan dan penyesuaian tuturan kita dengan konteks perlu kita jaga. Meminjam kutipan yang pernah dikemukakan  oleh Pramoedya Ananta Toer “Tanpa mempelajari bahasa sendiri pun orang takkan mengenal bangsanya sendiri”. Bagaimana bisa kita mencintai jika kita tidak mengenali? Tentu saja mengenali tidak cukup tanpa bangga dalam menggunakan.

Kembali ke acara Grand Show Star FKIP, terdapat beberapa kompetisi yang diadakan. Saya diundang sebagai juri pada cabang lomba mading tiga dimensi. Sembari menilai, saya sempat terkesima dengan penampilan salah seorang peserta kompetisi "Guru Inspiratif" di atas pentas yang memanfaatkan pantun sebagai salam pembukanya. Semua mata langsung tertuju padanya. Ya, jika salam pembuka peserta lain terdengar biasa, pantun membuat peserta ini mempunyai nilai lebih. Pantun merupakan suatu jenis sastra lama yang telah dikenal dalam bahasa nusantara. Penggunaannya dalam beberapa kesempatan dapat membuat kita belajar mengolah kata. Khas sekali. Saya belum pernah menjumpai olahan bahasa yang mempunyai pola dan konsistensi yang sama seperti pantun pada bahasa-bahasa asing.

Bersama Melly, duta Bahasa 2009


Selain itu, keberadaan pantun juga kerap saya jumpai pada karikatur. Salah satunya yang saya temui di galeri Taman Budaya Jambi sewaktu berkunjung bersama Melly, Duta Bahasa Jambi 2009. Pada beberapa karikatur karya pemuda Jambi tersebut juga terukir pantun. Dari sini kita bisa melihat bahwa pantun dan karya seni adalah kombinasi yang sangat indah. Representasi atas diksi yang terstruktur dalam mahakarya yang bernilai. Terlebih lagi, fleksibilitas pantun telah mampu melintasi kayanya bahasa daerah kita. Tidak jarang kita dengar beberapa pantun dengan bahasa daerah saat prosesi pernikahan atau acara lainnya. Jika bahasa daerah saja sudah 726 bahasa, maka kemampuan pantun dapat dikatakan cukup kuat karena telah mampu membuat struktur yang tetap pada banyaknya bahasa daerah.

Pantun selain berfungsi sebagai pemelihara bahasa Indonesia, juga memiliki peran lain sebagai saran penyampaian amanat. Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi. Nah, menurut Sutan Takdir Alisjahbana fungsi sampiran terutama menyiapkan rima dan irama untuk mempermudah pendengar memahami isi pantun. Sementara bagian isi berupa esensi pantun yang dapat diselipkan pesan-pesan tertentu. Selain itu, pola pantun tadi dapat menjadi permainan olah kata yang seru dan dapat dijadikan pakem pada alur berpikir kita. Pantun menjadi suatu identitas pengungkapan cara berpikir yang cepat namun sarat akan makna. Saya juga jadi teringat pantun yang saya gunakan saat pemilihan yang membawa saya menjadi Duta Bahasa Jambi 2012:

Kalo nyebrang ke Sungai Batanghari
Jangan la lupo bawak keteknyo*
Ikolah sayo Meila di sini
Mohon doa samo dukungannyo

*Ketek = Perahu khas Jambi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar